Jakarta - Delik tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang masuk dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dianggap meresahkan. DPR yang tengah membahas revisi tersebut diharapkan mampu mempertimbangkan kekhawatiran tersebut.
Jaksa Agung Prasetyo menyebut adanya keinginan untuk melakukan kodifikasi untuk tindakan pidana. Kodifikasi sendiri adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap."Ada wacana seperti itu, ada rencana seperti itu. Tapi semangat daripada RUU KUHP itu sendiri ada lebih ke kita ingin ada semacam kodifikasi dan unifikasi undang-undang pidana, tentunya ada konvensi ikutan yang ada di situ karena kodifikasi dan unifikasi itu kan kalau bisa seluruh pendekatan dengan pidana itu kan dijadikan satu, gitu kan," ungkap Prasetyo di kantornya Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Jumat (11/9/2015). Kodifikasi itu menurut Prasetyo harus dipikirkan kembali lantaran adanya kekhawatiran akan tumpang tindih. Selain itu, Prasetyo menyebut dengan masuknya delik tersebut ke dalam perubahan KUHP bisa mendegradasi kewenangan KPK dan Kejaksaan."Nah di sini tentunya ada hal-hal yang perlu dipikirkan bersama. Termasuk kekhawatiran itu, bahwa nanti Undang-undang Korupsi dimasukkan di sana menjadi tentunya ada anggapan bahwa kejaksaan dan KPK tidak bisa melakukan penyidikan lagi, nah ini tentunya yang harus kita respons," ucap Prasetyo.
Mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum itu menaruh harapan agar anggota dewan mempertimbangkan masukan tersebut. Karena dengan sifat khusus yang dimiliki Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang maka akan lebih mudah mengikuti dinamika di masyarakat.
"Ya nanti di DPR tentunya kita harapkan masukan-masukan seperti ini. Kita inginkan semuanya berjalan dengan baik. Memang ada plus minusnya, ketika di ilmu hukum kita kan mengenal lex specialis dan lex generalis. Nah lex specialis itu tentunya akan lebih fleksibel ketika nantinya suatu saat perlunya perubahan-perubahan, pergantian dinamika, perkembangan ya, rasa keadilan di dalam masyarakat misalnya, itu bisa lebih cepat untuk dilakukan perbaikan, revisi. Tapi ketika sudah menjadi suatu kodifikasi tentunya akan lebih rigid," papar Prasetyo.
Rancangan KUHP sendiri sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2015. Mengenai delik korupsi sendiri masuk di Pasal 687-706, kemudian untuk tindak pidana pencucian uang berada di Pasal 760-767.
Dengan demikian kekhawatiran KPK, Kejaksaan Agung serta pegiat anti korupsi sangat beralasan. Karena bisa jadi nantinya perkara korupsi tidak lagi istimewa dan malah diadili di peradilan umum, bukan di peradilan tindak pidana korupsi.
(dha/fdn)sumber. Detik.com